Bingkai

Petualangan Slideshow: Helga’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to 7 cities Surabaya, Malang, Madurai, Mataram, Semarang, Banyuwangi and Banten was created by TripAdvisor. See another India slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.

Thursday, February 03, 2005

Mayat itu masih disitu ....


Ada Mayat di dalam Rumah

Tatapan mata anak kecil itu menuju ke arah depan namun tatapannya tampak kosong. Menerawang jauh ke angkasa dan tak berkedip sedikitpun. Kakinya duduk melingkar sambil menyandarkan tubuhnya ke tiang tembok teras rumah. Apridin, nama bocah kecil itu. Ia kini tinggal bersama kakek neneknya di sebuah desa kecil bernama Muara Dua. Desa yang terletak di Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Lampung.
“Apridin, sudah saatnya makan!” suara seorang perempuan dari dalam rumah. Namun suara itu tak menghentikan lamunan Apridin. Sang nenekpun keluar rumah dan menghampiri cucunya yang sedang melamun.
“Cucuku, makan dulu ya.” Sapa Nuriah sambil menepuk pundak kanan cucunya. “Oh. Nenek.” Aprin terperanjat dari lamunannya.

*****
Malam itu pada akhir bulan Desember 2004 terasa dingin. Sinar bintang tak terlihat di langit sehingga suasana malam tampak gelap dan mencekam. Hanya suara jangkrik dan kodok yang terdengar dari hamparan sawah yang ada di desa Muara Dua. Lima orang pemuda tampak berjalan di kegelapan malam. Langkah mereka tampak tergesa-gesa sambil membawa senjata tajam. Kira-kira 50 meter dari rumah seorang petani di desa itu, mereka menghentikan langkahnya. Sang komandan bernama Zailani menyuruh Tulus dan Zulton berjaga-jaga di belakang rumah petani tersebut sedangkan Zailani dan Tono serta Wahyu memasuki rumah tersebut.
Suroto, sang tuan rumah mempersilahkan ketiga tamunya yang sudah dikenalnya duduk. Sebagai seorang tuan rumah yang baik Suroto menyuruh istrinya membuat kopi untuk ketiga tamunya. Malam terus beranjak larut hingga akhirnya pembicaraan sampai pada keinginan Zailani untuk menagih hutang sebesar 10 ribu rupiah kepada Suroto. Sebulan lalu Zailani menjual kayu bakar seharga 30 ribu rupiah kepada Suroto. Namun saat itu Suroto hanya membayarnya 20 ribu rupiah dan sisanya akan dibayar kemudian.
“Saya masih belum punya uang Zai, tolong jangan sekarang ya.!” Jawab Suroto dengan harap.
“Saya tidak mau tahu, pokoknya malam ini uang itu harus ada. Sampean khan sudah sering janji tapi selalu ingkar. Masak uang 10 ribu rupiah tak punya. Sampean khan petani sukses dengan 2 hektar sawah” desak Zailani sambil berdiri dari tempat duduknya. Disaat yang bersamaan Zailani memberi isyarat kepada Wahyu agar membacok Suroto. Dengan cepat Wahyu menarik belati dipinggangnya lalu membacokkannya ke tubuh Suroto. Korban sempat berlari ke dalam rumah menyelamatkan diri tapi Wahyu terus mengejarnya dan kembali membacok korban hingga tewas. Mendengar keributan di rumahnya, Supriyatin istri korban terbangun.
“Ada apa ini? Mas Suroto kenapa sampean Mas? Supriyatin memeluk tubuh suaminya yang bersimbah darah. Tangisan Supriyatin membuat panik ketiga pemuda tersebut hingga akhirnya Supriyatin juga dibunuh.
“Mampus kau.. “ kata Tono sambil menusukkan pisaunya ke tubuh Supriyatin yang sedang memeluk suaminya. Keributan di rumah itu juga didengar oleh anak korban bernama Anita yang masih berusian 8 tahun. Bocah kecil itu menangis tersedu-sedu saat melihat kedua orangtuanya tergeletak tak berdaya.
“Emak … Bapak … Anita takut “ suara Anita terdengar di keheningan malam itu. Bukan rasa kasihan dan iba yang ada di benak ketiga pemuda pembunuh tersebut melihat anak kecil tapi amarah dan kejengkelan telah merasuki jiwa mereka. Tanpa ampun mereka juga menghabisi nyawa Anita Kecil.
Selesai membantai keluarga Suroto, kelima pemuda keji tersebut meninggalkan mayat korban di dalam rumah hingga keesokan harinya seorang warga menemukan mayat korban.

***
Seorang warga desa bernama Kadir tampak berlari diantara pematang sawah. Dengan nafas terengah –engah ia berteriak memanggil warga yang lain.
“Tolong .. ada mayat di rumah Suroto. Tolong .” teriak Kadir. Teriakan Kadir telah mengundang warga desa lain mendatangi rumah Suroto.
“Minggir .. minggir kasih saya jalan” teriak Syamsul kepala desa setempat. Setelah melihat korban di rumah Suroto sang kepala desa yang bertubuh besar itu terperanjat saat mengetahui yang menjadi korban pembunuhan adalah keluarga Suroto.
“Suroto, istri dan anaknya dibunuh orang.” Kata Bahtiar seorang warga yang tinggal tak jauh dari rumah korban. “Tapi siapa ya, yang tega membunuh korban dengan sadis. Bahkan kepala mereka hampir putus” celetuk Andi warga yang lain.
“Dirampok kali”
“Tapi tak ada barang yang hilang”
“Semoga pelakunya segera tertangkap. Saya ingin tahu siapa pelakunya dan kalau bisa kita hajar beramai-ramai agar tidak mengganggu desa kita lagi”
“Benar. Tapi kita harus lapor polisi segera” kata Syamsul sang kepala desa.
Sebagian warga ada yang pergi ke rumah orang tua Supriyatin dan memberi khabar buruk itu. Nuriah dan Katmo tak kuasa menahan air mata. Apalagi Apridin bocah berusian 12 tahun itu. Apridin selamat dari maut karena malam itu ia menginap di rumah kakek dan neneknya. Namun akibat kejadian itu, ia kini menjadi yatim piatu, kehilangan kedua orangtua dan seorang adiknya. Sejak peristiwa itu, Apridin menjadi orang pendiam dan sering melamun.

**
Suroto dan Supriyatin menikah tahun 1991. ia memulai bekerja sebagai buruh tani. Karena ulet Suroto dibilang sukses didesa Muara Dua. Sawah dua hektar telah dimilikinya. Karena tak sanggup mengerjakannya sendiri Suroto mempekerjakan orang lain dengan system bagi hasil. Salah seorang pekerjanya bernama Tono yang menjadi salah satu pembunuh keluarga Suroto. Kenapa Tono ikut membunuh? Masalahnya sepele tapi Tono merasa tidak terima. Suroto dianggap sering mencaci maki dan menghardiknya karena pekerjaan Tono dinilai Suroto kurang bagus. Bibit-bibit kebencian telah dipendam Tono hingga akhirnya ia tidak bekerja lagi di tempat Suroto. Perencanaan pembunuhanpun dilakukan bersama-sama dengan Zailani yang jengkel karena hutangnya tidak dibayar oleh Suroto. Sementara tiga nama lain yakni Tulus, Wahyu dan Zulton adalah pembunuh bayaran yang dijanjikan uang oleh Zailani.
Polisi dari polsek Pulau Panggung dapat menguak pembunuhan terhadap Suroto setelah meminta keterangan sejumlah saksi. Diantara warga ada yang pernah melihat Suroto sempat perang mulut dengan Tono. Dari mulut Tono, polisi akhirnya bisa menguak misteri pembunuhan di desa Muara Dua. Tono buka mulut bahwa dia dan Zailani yang membunuh keluarga Suroto. Masalah hutang dan dendam menjadi pemicu pembunuhan tersebut.

No comments: